Custom Search

Minggu, 06 Januari 2013

Shattered Glass

Shattered Glass adalah sebuah film yang bercerita mengenai seorang jurnalis muda yang bekerja di suatu majalah terkemuka di New York, New Republic. New Republic sangat terkenal, sejak pertama kali berdiri tahun 1914, New Republic telah menjalankan fungsi jurnalistiknya dengan baik. 

Film ini menceritakan keadaan New Republic di tahun 1998. Pada saat itu, New Republic merupakan sebuah majalah politik dan satu-satunya majalah yang dibaca di pesawat kepresidenan Amerika, Air Force One. New Republic memiliki 15 jurnalis dan seorang editor yang sangat baik dan bertanggung jawab bernama Michael Kelly. 

Tokoh utama film ini adalah Stephen Glass yang diperankan dengan apik oleh Hayden Christensen. Lewat perannya ini, ia menjalankan peran sebagai seorang jurnalistik cerdas, yang baru bekerja untuk New Republic. Awalnya ia terlihat menjalankan pekerjaan dengan baik, namun konflik dimulai sejak editornya, Michael Kelly diganti dengan jurnalis lain yang dianggap kurang kompeten, Chuck Lane. 

Majalah New Republic pertama kali dipublikasikan tahun 1914, majalah ini sudah menjadi wadah pembahasan politik Amerika sejak saat itu. Bulan mei 1998, stafnya terdiri dari 15 penulis/editor. Rata-rata usia mereka 26 tahun. Yang termuda diantara mereka yaitu Stephen glass. 

** 
Banyak sikap sok pamer dalam jurnalisme, banyak orang sombong dan brengsek, mereka selalu menjual, selalu bekerja, selalu berusaha membuat dirinya lebih hebat dari sebenarnya. 
Kabar baiknya yaitu wartawan seperti itu membuat mudah diri kita berbeda. Jika kau lebih rendah hati, tidak egois atau tidak cemas, kau bisa bertahan. Kau ajak rekan kerja makan siang jika dia dikejar tenggat waktu. Kau ingat hari ulang tahun. 
Benar, jurnalisme adalah kerja keras. Semua orang dalam tekanan, semua berusaha keras mendapat berita. Tak ada yang bisa tidur tapi kau boleh tersenyum sekali-sekali. Bahkan woodward dan Bernstein pergi makan burger kadang-kadang. Dan mereka memenangkan Pulitzer. 
Beberapa wartawan berpikir berita tentang politik yang akan dikenang. Menurutku karena orang-orang yang kau temui, sendirian mereka, kekurangan mereka. Apa yang membuat mereka lucu, apa yang membuat mereka manusiawi. 
Jurnalisme adalah seni menangkap prilaku orang. Kau harus tahu menulis untuk siapa, kau harus tahu kehebatanmu. Aku mencatat yang dilakukan orang. Ku cari tahu apa yang menyentuh dan membuat takut mereka dan menulisnya. Dengan begitu merekalah yang menceritakannya. 
Kalian tahu? Artikel seperti itu juga bisa memenangkan Pulitzer. 

Beberapa narasi awal dalam film “Shattered Glass”.
** 

Menjadi wartawan di New Republic sangatlah sibuk, gajinya kecil, jadwal ketat, namun Stephen Glass sangat menikmatinya karena ia senang jika membayangkan tulisannya akan dibaca oleh orang-orang terkenal, contohnya Presiden. Kesenangan Stephen Glass ini tidak dijalankan secara seimbang. Ia asal menulis, demi popularitas, terkadang ia mengarang suatu kejadian, bahkan beberapa berita yang ia tulis merupakan satu kebohongan. Pada akhir film, akhirnya terkuak bahwa selama ini Stephen Glass adalah seorang jurnalis yang tidak menulis berdasarkan kebenaran.1 

Kisah nyata seorang jurnalis muda, Stephen Glass, yang berambisi mendapatkan Pulitzer, penghargaan tertinggi dalam bidang jurnalistik. Bukan dengan kerja keras, Stephen Glass, bukanlah seorang wartawan handal yang seolah "wartawan banget". Namun Stephen punya kelebihan, ia mampu menghibur orang orang yang berkantor di Washington DC itu. Diciumnya semua pantat mereka dengan sanjungan dan hadiah hadiah kecil, sehingga kelemahannya (yang berakibat fatal bagi majalahnya) tak terungkap selama tiga tahun. Apa itu? MEMALSUKAN BERITA.2 

Stephen Glass malah menciptakan kefiksian yang nyata untuk ambisinya tersebut. Kefiksiannya itu ia buat pada pertengahan tahun 90 an saat ia berumur 24 tahun. Kefiksiannya tersebut ia tuangkan dengan jelas pada Artikel terakhirnya, Hack Heaven, yang bercerita tentang seorang anak kecil yang berhasil membajak database sebuah perusahaan komputer, Junkt Micronics, telah mengantarkannya masuk ke dalam daftar hitam jurnalistik. 

Setelah diteliti, ternyata isi artikel tersebut adalah sampah imajinasi Glass. Tokoh, cerita dan lokasi yang diceritakan di artikelnya tersebut adalah hasil karangan Glass. Sampah imajinasi, setidaknya begitulah yang ada dalam pikiran Chuck Lane, redpel majalah tersebut. Dari kasus itu, terungkap pula bahwa dari 41 artikel yang pernah ditulis Glass di The New Republic, 27 artikel adalah fiktif. 

Dengan perasaan kecewa dan sedih Glass keluar dari kantor The New Republic saat Lane mengusirnya. Dengan sedih dan marah juga, Lane mencabut seluruh majalah The New Republic yang mana terdapat artikel fiktif Glass yang tertempel di kantornya.3 

Film ini dibuat berdasarkan kisah nyata dari Stephen Glass. Kini ia menjadi seorang novelis, dan salah satu buku karangannya adalah The Fabulist, yang menceritakan pengalamannya sendiri sebagai seorang jurnalis yang menulis suatu kebohongan demi popularitas.

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Sponsor

Daftar di PayPal, lalu mulai terima pembayaran menggunakan kartu kredit secara instan.

IKLAN BLOGGER