Custom Search

Jumat, 15 Agustus 2008

Mimpi Seorang Hamba

Sehabis impian ini terwujudkan, Hamba akan membawa nya kehadapan Paduka, Paduka yang tak memiliki selir-selir yang selalu dekat bersama Paduka terkecuali seorang Permaisuri yang selalu tegar mendampingi Paduka dan Ia pun tak ingin sedetik pun lengah untuk berjuang bersama Paduka mempertahankan Kerajaan yang telah Paduka bangun. Ia pun merupakan perhiasan yang selalu memberikan ketakjuban buat Kerajaan yang tak berahta di hati semua orang namun hanya bertahta pada hati Hamba dan Saudara-saudara hamba. Ia merupakan mutiara hitam yang tersimpan di kedalaman relung-relung Kerajaan yang dibangun dengan pondasi saling percaya, bertonggakkan kejujuran, berdindingkan kasih sayang dan cinta. Paduka yang selalu memberikan pengertian-pengertian dari hal-hal apa saja yang sedang Hamba alami, Paduka layaknya sebuah pena yang menggoreskan dan melukiskan setiap pengetahuan pada diri Hamba dan Saudara-saudara hamba “jiwa yang polos”, Paduka pula lah yang mengajarkan pada Hamba bagaimana kita memberi arti pada kehidupan ini. Meskipun belum sepenuhnya apa yang Paduka berikan kepada Hamba itu dapat Hamba lakukan, Paduka begitu berartinya bagi Hamba.
Mimpi itu! Mimpi itu yang merengut kedekatan Hamba bersama Paduka, entah kapan kedekatan itu datang kembali dan menghiasi suasana kehidupan Hamba dan Paduka. Hari berganti dan musimpun terus berputar sementara Hamba telah berada pada tempat yang berbeda. Adakah rasa rindu yang muncul di antara Hamba dan Paduka dapat menghambat perjuangan Hamba tuk mencapai impian? Semenjak kerajaan itu Hamba tingalkan, pergi entah untuk waktu yang berapa lama. Kedekatan yang Hamba rasakan itu pun sedikit demi sedikit mulai surut dan menyusut, ini terbukti dengan banyaknya wasiat-wasiat yang Paduka bekalkan pada Hamba telah terbuang dan berceceran seiring jejak langkah kaki ini. Di sini, wasiat-wasiat yang Paduka berikan pada Hamba itu tak mampu bertahan di dalam jiwa Hamba. Sementara, di satu sisi Hamba pun tak mampu mempertahankannya. Sebab dunia yang Sekarang Hamba hadapi telah mengalami perubahan dan perubahan itu mesti terjadi, walaupun semua tangan berusaha tuk menghentikannya. Ini bukanlah salah siapa-siapa, namun ini merupakan tahap pembelajaran, pembelajaran yang tak pernah ada hentinya. Ditempat ini, tempat dimana Hamba merasa tak seorang pun mengenali dirinya, terutama diri Hamba yang tak tahu siapa sebenarnya Hamba. Itu disebabkan oleh begitu indahnya ukiran pedang kehancuran yang berkilau dimata yang siap memisahkan kepala dari tubuh ini. Namun Hamba tak tahu apa yang terjadi pada jiwa Hamba jika wasiat-wasiat yang Paduka berikan tak Hamba dapatkan terlebih dahulu, walaupun Hamba sempat memandang wasiat-wasiat yang Paduka berikan hanya sebagai dongeng pengantar tidur yang siap meninabobokan kehidupan Hamba atau pelipur lara dalam kehidupan seorang Fakir. Mengapa Hamba sampai berpandangan seperti itu terhadap wasiat-wasiat yang Paduka berikan? Hamba pun tak mengerti. Itu semua terjadi mungkin dikarenakan oleh ketidakpahaman Hamba pada hakekat dari wasiat-wasiat yang telah Paduka berikan atau karena ketidakutuhan Hamba dalam menerima wasiat-wasiat yang Paduka sampaikan dan untuk mengutuhkan atau menyempurnakan wasiat-wasiat yang telah Paduka sampaikan, maka Paduka menyarankan Hamba untuk pergi meninggalkan Paduka dan coba tuk lihat seperti apa dunia luar itu. Dunia yang tak dapat untuk diterka atau dikira-dikira atau lebih jauh lagi untuk dapat memastikan mana yang benar atau yang salah, yang baik atau yang buruk, mana yang patut dipercaya atau yang tidak patut untuk dipercaya. Sementara Paduka telah menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam wasiat-wasiat tersebut kedalam diri Hamba agar tumbuh subur, berkembang dan berbuah. Namun Hamba tak dapat sepenuhnya tuk merawat dan memelihara nilai-nilai yang terkandung dalam wasiat itu, sebab Hamba tak pernah menyirami nilai-nilai itu akan tetapi justru mencabutinya. Kini hanya tinggal penyesalan atas apa yang terlah berlalu terhadap diri Hamba, Hamba mencoba menggali kembali wasiat-wasiat itu, siapa tahu masih ada nilai-nilai yang terkandung didalam wasiat itu yang dapat Hamba rawat dan pelihara dalam keterpisahan Hamba dan Paduka. Hamba mencoba tuk mencari kembali benih-benih yang pernah Hamba sia-siakan, benih-benih yang telah Paduka tanamkan dan menghilang lenyap dimakan oleh keangkuhan dan kesombong Hamba yang telah menyepelekan apa yang Paduka tanamkan melalui wasiat-wasiat tersebut. Semenjak Hamba berpisah dan pergi meninggalkan Paduka demi suatu mimpi yang keberadaannya ada pada setiap atap-atap pikiran Hamba dan Hamba pun mulai terlarut dalam mimpi-mimpi itu. Kini mimpi-mimpi itu tak memiliki kesempurnaannya lagi dan itu dikarenakan oleh keterpisahan yang terjadi diantara Hamba dan Paduka. Tapi untuk mewujudkan mimpi itu didalamnya terkandung suatu perpisahan dan ini mungkin dapat dibilang suatu hukum kemutlakan yang diperuntukkan kepada Hamba setelah Hamba menerima beberapa wasiat yang Paduka berikan untuk diterapkan dalam menjalin cerita tentang kehidupan Hamba. Selanjutnya Hambalah yang akan menentukan seperti apa jalinan perjalanan kehidupan yang nantinya Hamba ukir pada setiap jejak jejak langkah yang Hamba pilih. Hamba teringat akan nasehat yang pernah Paduka sampaikan dimana saat itu Hamba sedang mengalami perasaan yang susah untuk diungkapkan akan tetapi perasaan itu membuat Hamba tak mampu lagi tuk bermimpi ataupun tuk memiliki suatu keinginan, sebab pada waktu itu Hamba berkeinginan untuk belajar Strategi Perang dan bermimpi tuk menjadi Panglima Perang yang tangguh dan selalu menguasai setiap peperang yang terjadi dimedan perang. akan tetapi mimpi dan keinginan itu tak pernah terjadi walaupun latihan telah berkali-kali dilakukan namun Hamba tetap tak mampu untuk dapat menguasai medan peperang dan belajar strategi perangpun seakan percuma. Hingga saat itu Hamba merasakan akan kepasrahan dan meninggalkan segala bentuk mimpi-mimpi yang ada dan juga semua keinginan yang pernah singgah pada jiwa Hamba. Hamba pun tak tahu ternyata Paduka memperhatikan perubahan yang terjadi pada diri Hamba. Berawal dari kebiasaan Hamba di waktu sore tiba, Hamba berlatih pada seorang Guru di Padepokan Istana dan dimana Hamba berada kapanpun jua Pedang Pusaka Kerajaan selalu dalam genggaman Hamba, namun setelah perasaan itu muncul Hamba tak pernah lagi untuk latihan dan Pedang Pusaka Kerajaan pun telah Hamba kembalikan pada Paduka dan itu pun tanpa sepengetahuan Paduka. Perubahan yang terjadi pada diri Hamba membuat Paduka bingung dan ingin mengetahui mengapa sikap Hambanya berubah. Selanjutnya Hamba dipanggil oleh Paduka guna menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi pada diri Hamba, Hamba pun menjelaskan dengan gamblang apa sebenarnya yang terjadi hingga membuat Hamba menjadi seperti ini. Paduka kan tahu, apa sebenarnya yang menjadi mimpi Hamba selama ini, Tanya seorang Hamba pada Padukanya. Tanpa memberikan kesempatan kepada Paduka untuk menjawab, si Hamba tersebut langsung menjawab sendiri pertanyaan itu. Tak lain ialah ingin menjadi seorang ahli dalam merencanakan Strategi Perang, pandai membaca taktik lawan dan kemudian mencari tahu dimana titik-titik kelamahannya yang selanjutnya merencanakan berbagai strategi untuk melawan setiap musuh yang berani mengusik ketentraman Kerajaan. Hamba menunduk, suasana menjadi sunyi untuk sesaat, sementara Paduka duduk di atas tahtanya memandang Hamba dengan mimik wajahnya yang tetap mencitrakan kewibawaan dan keagungan dihadapan Penasehat-penasehat Kerajaan dan Senopati-senopati Kerajaan. namun ditengah-tengah mereka Hamba memiliki pandangan yang berbeda terhadap Paduka, Paduka tak layak menjadi sorang Raja untuk Hamba, lirih dalam hati Hamba. Hamba kemudian mencoba tuk memberikan penjelasan kembali di hadapan Petinggi-petinggi Kerajaan, atas perubahan yang terjadi pada diri Hamba. Kini, telah berapa musim yang dilalui oleh mimpi itu dan berapa kali peperangan terjadi yang terlewatkan begitu saja oleh mimpi itu. Berapa pohon anggur yang telah tertanam dan kemudian dipanen oleh Kerajaan ini, sementara mimpi itu masih saja mendekam pada posisinya semula. Mimpi itu tak berubah dan tak mengikuti perubahan musim walaupun mimpi itu melaluinya dan juga, mimpi itu tak dapat merasakan manisnya anggur sebab manisnya mimpi itu tak pernah diharapkan oleh Kerajaan ini. Hamba tersebut tertunduk kembali, setelah mengungkapkan apa yang menjadi penyebab perubahan pada kehidupan Hamba. Namun sebelum Hamba menundukan kepala, tanpa sengaja pandangan Hamba menyisir keseluruh barisan Punggawa-punggawa Kerajaan yang berdiri membentuk lingkaran. Sementara semua Punggawa Kerajaan yang hadir saat itu memandang Hamba dengan sedikit kekecewaan, sebab mereka semua tak menduga bila seorang Hamba dari kerjaan ini begitu lemah dan rapuh sekali dalam menghadapi kenyataan yang terjadi. Setelah panjang lebar mengungkapkan kejadian itu, Hamba melihat Paduka yang duduk ditahtanya tersenyum setelah mendengar penjelasan yang Hamba ungkapkan. Belum juga usai Paduka bersenyum, Paduka beranjak dari Tahta dan kemudian berdiri melangkah menghampiri Hamba. Seiring langkah kaki Paduka, senyuman itu pun sedikit demi sedikit lenyap dan kemudian menghilang saat Paduka berada tepat di hadapan Hamba. dan selanjutnya Paduka berucap “kehidupan itu tak akan memberikan hadiah jika kau tak berusaha” dan selanjutnya Paduka mengungkapkan “jika kau berani tuk bermimpi maka kau juga patut berani tuk menghadapi kenyataan,”
By. Wong Alit

Artikel Terkait

5 komentar:

Kristina Dian Safitry mengatakan...

pertama(kah?)

semalem aku mimpi..
mimpi buruk sekali
kutakut berakibat buruk pula baginya
kekasih yg jauh dimata
*lho kok dian nyanyi sih?*he..he...

--vRitTaLucious-- mengatakan...

kedua....
wah, paduka itu sapa yah???
(mikir)

Acyhome mengatakan...

wah goresannya menggambarkan perasaan seseorang kepada sang khlaiq, itu yang acy tangkap, bener nggak yaw??

The Diary mengatakan...

Paduka mohon ampun PR nya gka aku kerjakan hehehe gak nyambung ya...

uNieQ mengatakan...

ya ya ya.. berhentilah memuji ku heheheheheh

kabooooooooooooooor

Sponsor

Daftar di PayPal, lalu mulai terima pembayaran menggunakan kartu kredit secara instan.

IKLAN BLOGGER