Custom Search

Selasa, 12 Maret 2013

Perselingkuhan Bersama Bencana

Yang indah walau tak mewah, lalu mengapa kau bilang Jakarta pasar usang.

Memaki kah kau? 
Aku hanya ingin kecil bersinar tanpa terdiagnosa tumor yang mengganas atau stroke yang melumpuhkan.
Selimuti ucapan ku, mungkin aku mengngigau.. terlalu lama aku terjaga dalam kebodohan 

Mari kita bermain tentang perselingkuhan antara aku dan bencana, menarik bukan?? 


Uppsss… mengapa kau tertawa.. 

sedikit gila kata mu. 

Karna gila, tak mungkin terjadi perselingkuhan terhadap bencana, namun hal itu terjadi.. bencana ada dimana-dimana…. dikepala, tangan, mata, telinga, di badan, di kaki bahkan di hati.. 

Bagaimana dengan korupsi, ego kuasa, kerjasama yang tak sehat cikal bakal nepotisme, pelarangan untuk sesuatu yang berbeda, sikap ketidak acuhan terhadap tugas dan wewenang dan banyak lagi yang dapat diajak berselingkuh.. 


Masihkah kau tertawa melihat mewabahnya perselingkuhan bersama bencana.. 

Bagaimana dengan air mata, penyesalan,,, semua omong kosong. 


Perselingkuhan bersama bencana benar-benar mengungtungkan tak butuh waktu lama tuk berduka dan meratap, terkadang hal ini dilakukan sekedar mengingat standar norma dan etika dalam kehidupan. 

Bagaimana, apakah kau tertarik bermain perselingkuhan bersama bencana? Ahhhh… sudah, kau hanya diam dan menyengir… kita tutup saja dengan kalimat terimakasih.

Minggu, 20 Januari 2013

Susi Dan ParPol Melajang

Status ParPol (Partai Politik) kini melajang, Susi. Sama seperti kau yang tiga hari lalu telah selesai bersama Toni. Entah apa penyebabnya dan aku tentunya tidak tahu, tapi kalau status melajangnya parpol itu aku tahu dan semua orang pun tahu, tidak lain dan tidak bukan sudah ketetapan lima tahun sekali mereka mesti melajang mengakhiri kebersamaan mereka dan berganti dengan yang lain. 

Melajangnya parpol bukanlah suatu pilihan melainkan suatu fase, ruang eksistensi dimana sesuatu dapat mengetahui apa yang akan menjadi miliknya dan apa yang akan dibawanya kelak. tentunya pada ruang eksistensi tersebut diliputi dengan intrik, taktik dan kecerdikan, sebab melajang bukan ruang yang sempit melainkan luas tak berbatas yang dapat dihuni berbagai macam rupa. 

Melajang.. ada yang didapat dan ada yang terbuang, ada kesombongan, keangkuhan serta keserakahan. ada kesedihan, galak tawa dan kebodohan. itu semua dampak yang muncul dari fase ini. Benar.. dalam fase ini, bagai terombang-ambing, arah angin tak menentu, suara-suara keras tapi tak jelas terdengar, sebab suara-suara tersebut saling beradu walau tak selaras. 

Fase ini penuh dengan rekayasa karena benar ruang eksistensi ini sangatlah rapuh. Terlihat sejati pada ruang ini senyatanya hanya replika atau tiruannya saja. Ada yang mengobral hikmah walau ceritanya penuh inspirasi dan jauh di awan. Ada yang telihat menarik dan indah tapi tak jelas bagaimana bentuknya, terlihat samar-samar. Begitulah kondisi ruang eksistensi ini. Tak patut dipersalahkan, sebab ruang eksistensi ini dibentuk berdasarkan logika terbalik, kepura-puraan dan sedikit manipulasi serta konsekuensi yang sedikit longgar. 

Melajang.. ruang eksistensi layaknya ruang laboratorium, tempat pengujian untuk menghasilkan sesuatu yang berharga dan tepat guna. Berbagai unsur hadir siap bercampur. Begitulah apa yang diperankan parpol kini, ia siap untuk merangkul menyusuri hingga ke akar identitas. Mencoba mengambil apa yang bisa diambilnya dan membuang apa yang dipikirnya tak pantas untuk diambil. 

Tentunya, kau tak akan diam dan tenang dalam status melajang tersebut, bukan begitu, Susi. kau akan bergerak, melompat, mengingkari janji, tertipu, bermain arti dan tanda, tertawa dan menangis, mencoba bercerita walau cerita kau sedikit berbau cengeng beberapa menit kemudian kau berteriak. Begitulah Susi keadaan parpol kini dalam status melajang. 

Entah mungkin sedikit konyol bila parpol dalam status melajang.. 

Tulisan lepas ala Pecinta Sejagad. 

Minggu, 06 Januari 2013

Shattered Glass

Shattered Glass adalah sebuah film yang bercerita mengenai seorang jurnalis muda yang bekerja di suatu majalah terkemuka di New York, New Republic. New Republic sangat terkenal, sejak pertama kali berdiri tahun 1914, New Republic telah menjalankan fungsi jurnalistiknya dengan baik. 

Film ini menceritakan keadaan New Republic di tahun 1998. Pada saat itu, New Republic merupakan sebuah majalah politik dan satu-satunya majalah yang dibaca di pesawat kepresidenan Amerika, Air Force One. New Republic memiliki 15 jurnalis dan seorang editor yang sangat baik dan bertanggung jawab bernama Michael Kelly. 

Tokoh utama film ini adalah Stephen Glass yang diperankan dengan apik oleh Hayden Christensen. Lewat perannya ini, ia menjalankan peran sebagai seorang jurnalistik cerdas, yang baru bekerja untuk New Republic. Awalnya ia terlihat menjalankan pekerjaan dengan baik, namun konflik dimulai sejak editornya, Michael Kelly diganti dengan jurnalis lain yang dianggap kurang kompeten, Chuck Lane. 

Majalah New Republic pertama kali dipublikasikan tahun 1914, majalah ini sudah menjadi wadah pembahasan politik Amerika sejak saat itu. Bulan mei 1998, stafnya terdiri dari 15 penulis/editor. Rata-rata usia mereka 26 tahun. Yang termuda diantara mereka yaitu Stephen glass. 

** 
Banyak sikap sok pamer dalam jurnalisme, banyak orang sombong dan brengsek, mereka selalu menjual, selalu bekerja, selalu berusaha membuat dirinya lebih hebat dari sebenarnya. 
Kabar baiknya yaitu wartawan seperti itu membuat mudah diri kita berbeda. Jika kau lebih rendah hati, tidak egois atau tidak cemas, kau bisa bertahan. Kau ajak rekan kerja makan siang jika dia dikejar tenggat waktu. Kau ingat hari ulang tahun. 
Benar, jurnalisme adalah kerja keras. Semua orang dalam tekanan, semua berusaha keras mendapat berita. Tak ada yang bisa tidur tapi kau boleh tersenyum sekali-sekali. Bahkan woodward dan Bernstein pergi makan burger kadang-kadang. Dan mereka memenangkan Pulitzer. 
Beberapa wartawan berpikir berita tentang politik yang akan dikenang. Menurutku karena orang-orang yang kau temui, sendirian mereka, kekurangan mereka. Apa yang membuat mereka lucu, apa yang membuat mereka manusiawi. 
Jurnalisme adalah seni menangkap prilaku orang. Kau harus tahu menulis untuk siapa, kau harus tahu kehebatanmu. Aku mencatat yang dilakukan orang. Ku cari tahu apa yang menyentuh dan membuat takut mereka dan menulisnya. Dengan begitu merekalah yang menceritakannya. 
Kalian tahu? Artikel seperti itu juga bisa memenangkan Pulitzer. 

Beberapa narasi awal dalam film “Shattered Glass”.
** 

Menjadi wartawan di New Republic sangatlah sibuk, gajinya kecil, jadwal ketat, namun Stephen Glass sangat menikmatinya karena ia senang jika membayangkan tulisannya akan dibaca oleh orang-orang terkenal, contohnya Presiden. Kesenangan Stephen Glass ini tidak dijalankan secara seimbang. Ia asal menulis, demi popularitas, terkadang ia mengarang suatu kejadian, bahkan beberapa berita yang ia tulis merupakan satu kebohongan. Pada akhir film, akhirnya terkuak bahwa selama ini Stephen Glass adalah seorang jurnalis yang tidak menulis berdasarkan kebenaran.1 

Kisah nyata seorang jurnalis muda, Stephen Glass, yang berambisi mendapatkan Pulitzer, penghargaan tertinggi dalam bidang jurnalistik. Bukan dengan kerja keras, Stephen Glass, bukanlah seorang wartawan handal yang seolah "wartawan banget". Namun Stephen punya kelebihan, ia mampu menghibur orang orang yang berkantor di Washington DC itu. Diciumnya semua pantat mereka dengan sanjungan dan hadiah hadiah kecil, sehingga kelemahannya (yang berakibat fatal bagi majalahnya) tak terungkap selama tiga tahun. Apa itu? MEMALSUKAN BERITA.2 

Stephen Glass malah menciptakan kefiksian yang nyata untuk ambisinya tersebut. Kefiksiannya itu ia buat pada pertengahan tahun 90 an saat ia berumur 24 tahun. Kefiksiannya tersebut ia tuangkan dengan jelas pada Artikel terakhirnya, Hack Heaven, yang bercerita tentang seorang anak kecil yang berhasil membajak database sebuah perusahaan komputer, Junkt Micronics, telah mengantarkannya masuk ke dalam daftar hitam jurnalistik. 

Setelah diteliti, ternyata isi artikel tersebut adalah sampah imajinasi Glass. Tokoh, cerita dan lokasi yang diceritakan di artikelnya tersebut adalah hasil karangan Glass. Sampah imajinasi, setidaknya begitulah yang ada dalam pikiran Chuck Lane, redpel majalah tersebut. Dari kasus itu, terungkap pula bahwa dari 41 artikel yang pernah ditulis Glass di The New Republic, 27 artikel adalah fiktif. 

Dengan perasaan kecewa dan sedih Glass keluar dari kantor The New Republic saat Lane mengusirnya. Dengan sedih dan marah juga, Lane mencabut seluruh majalah The New Republic yang mana terdapat artikel fiktif Glass yang tertempel di kantornya.3 

Film ini dibuat berdasarkan kisah nyata dari Stephen Glass. Kini ia menjadi seorang novelis, dan salah satu buku karangannya adalah The Fabulist, yang menceritakan pengalamannya sendiri sebagai seorang jurnalis yang menulis suatu kebohongan demi popularitas.

Sponsor

Daftar di PayPal, lalu mulai terima pembayaran menggunakan kartu kredit secara instan.

IKLAN BLOGGER