Asap Tembakau Yang Mengepul Diwajahnya
Seorang perempuan berdiri dipojokan kota dengan tembakau yang terselip disela-sela jari manisnya cahaya remang-remang menjadi tempat idola. Malam merupakan waktu yang berharga. Perempuan penjual kenikmatan, bimbang dalam penantian. Penantian kepada mereka yang menginginkan persembahan, persembahan dari kasih tuhan, puji mereka terhadapnya. Namun mereka tak mengerti apa yang diinginkan oleh perempuan pojokan kota.
Dengan asap tembakau yang mengepul diwajahnya bersama remang-remang cahaya kota.
Bukan, bukan itu ungkap perempuan pojokan. Kami tak rela hidup seperti ini, namun kami tak berdaya dibuatnya sebab tak ada lagi yang mau mendengar, melihat dan merasakan penderitaan ini. Kedua orang tua, sahabat serta para suami dan kekasih-kekasih, dimana engkau semua berada kala itu.
Dengan asap tembakau yang mengepul diwajahnya bersama remang-remang cahaya kota.
Kau menginginkan keberadaan kami musnah dimuka bumi dengan sekuat tenaga kau kerahkan segalanya agar kami semua mati dan kau bergembira atas semua itu, dengan anggapan bahwa engkau telah berjihad dijalan tuhan mu.
Dengan asap tembakau yang mengepul diwajahnya bersama remang-remang cahaya kota.
Jangan kau berlagak suci dihadapan kami sebab kesucian itu bukan kita yang menilai melainkan Dia lah yang berhak menilai, ungkap perempuan pojokan dalam perjalanan ini. Penyesalan tak akan berguna ungkapnya, walaupun ia sempat singgah di pelabuhan jiwa. Karena semua sudah tak perduli lagi terhadap sesama jadi biarkan kami begini dan jangan kau usik lagi.
Dengan asap tembakau yang mengepul diwajahnya bersama remang-remang cahaya kota.
By. Wong alit
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar